Sunday, July 6, 2014

Teknisi (Menawan) Hati

Halo. Berikut ini cerita pertama. Kejadiannya baru-baru ini saja. Maaf judulnya sedikit, er, cheesy. Setelah saya baca lagi, ceritanya pun cheesy juga. Ya sudah ya, baca saja.


*****


Hampir empat bulan aku bekerja di perusahaan milik negara ini dan masih belum banyak yang kupahami tentang pekerjaanku sendiri. Aku mereka sebut "jalur umum", sementara teknisi lainnya biasanya berasal dari sekolah khusus. Sebenarnya wajar jika pengetahuanku lebih kurang daripada ketiga seniorku, tapi lebih wajar lagi jika mereka pikir aku sudah hapal seluk beluk istilah dan proses kerja di unit ini. Manusia memang cenderung berharap berlebihan. Empat bulan waktu yang tidak singkat memang, dan aku mulai khawatir sampai kapan aku dapat menggunakan alasan "saya orang baru disini". 

- Siang

Dua orang pria paruh baya, dan dua lagi yang lebih muda mulai memasuki ruang unit.

- Ah, sedang tidak ada senior yang bertugas. Yang seharusnya dinas bersama saya sedang ijin ujian di kampusnya.

Bapak berkumis yg pernah beberapa kali kulihat dan kuyakin dari pihak kontraktor yang ditugasi merenovasi bangunan tempatku bekerja terlihat kecewa sementara mas-mas yang telah kuketahui namanya langsung sibuk mencari kontak di ponselnya. 

- Ada apa pak?
- Ada server yang rusak.
- Oh.

Kuharap mereka tidak meminta aku memperbaikinya.

- Mau dibawa ke Jakarta, supaya bisa dicek, lelaki yang lebih muda yang belum pernah kukenal berkata. Kemudian ia menjelaskan secara singkat perihal hardisk nya yang kemungkinan bermasalah. Bahasanya, khas ibu kota.
- Oh...

Aku berpikir keras. Lalu apa yang mereka butuhkan? Biasanya seniorku yang paling tua yang diajak konsultasi.

- Mbak nya saja deh, yang cek. Bapak kontraktor mengusulkan.

Hah?
Mati aku. Cek? Server? Gila! Kalau beruntung, aku bisa menemukan tombol nyala/matinya saja.

- Ng, sudah telepon senior saya?
- Masih belum diangkat sejak tadi.

Sial.
Kucari kontak senior yang paling muda, berharap ia datang kemari dan menyelamatkanku.
Harapanku pupus ketika sang senior yang seharusnya kupanggil namanya tanpa "mas" itu berkata sedang keluar kota. Tapi aku masih punya satu senior lagi yang sedang ijin dari dinas, nekat mengganggunya. Tentu saja, ia menolak dibalik alasan sedang ujian. Tepat saat lelaki muda dari pihak kontraktor menutup ponselnya setelah berbincang sejenak.

- Mbak, barusan senior yang paling tua saya telepon bilang mbaknya saja yang berangkat. Cuma dokumentasi saja.

Dokumentasi. Aku bisa. Iya kan?
Kehilangan alasan untuk menolak, setengah gontai kupasang kartu tanda pegawaiku dan memakai jaket karena pakaianku hari Sabtu itu terlalu kasual. Tidak apa sebenarnya, toh kantor administrasi libur. Tapi jersey floral merah muda dan kaos dalam hitam yang kupakai terasa memengaruhi keprofesionalanku jika tak sembunyikan di balik jaket parasut tebal.

Mereka naik mobil, lewat jalur yang berbeda denganku yang mengendarai motor kreditanku. Lalu aku mengumpat lagi, karena aku tidak tahu ruang server yang dimaksud. Aku merutuki diriku sendiri yang tidak mau menghapal denah ruang unit di bangunan utama yang telah dirombak ini. Setelah sekitar setengah jam aku mondar mandir sambil mengingat akhirnya aku menemukan mereka kembali di sebuah ruang sempit khusus server. Tentu saja ketika mereka bertanya dari mana dengan nada kesal aku berdalih bahwa aku menunggu mereka di depan gedung, mengira mereka akan lewat sana.

Aku sudah mulai khawatir ketika memikirkan ruangan sesempit itu akan dimasuki sekelompok pria dewasa. Aku hanya khawatir hawa panasnya, meskipun hari itu matahari menolak menampakkan diri. Namun rupanya kekhawatiranku tidak terjadi, karena mereka lantas meninggalkanku dengan seorang pria muda yang berbicara dengan bahasa indonesia khas Jakarta, yang rupanya adalah teknisi server yang didatangkan khusus dari perusahaan langganan pusat. Atau begitulah kesimpulanku setelah memerhatikan petunjuk-petunjuk kecil yang ia tunjukkan sewaktu menjelaskan tentang apa yang terjadi dengan server nya. Beruntung aku paham yang dimaksud dan paling tidak aku dapat menimpali.

Tidak sampai lima belas menit urusan kami selesai. Ternyata begitu saja. Dalam hati aku menepuk punggungku sendiri, memujiku yang berhasil keluar dari masalah ini setelah mempermalukan diriku sendiri seperti tadi. Baiklah, setelah ini laporan ke senior lewat chat room.

- Saya baca di koran pembangunannya heboh ya? Tipikor dan KPK ikut bertindak.

Oh, pasti maksudnya tentang lamanya pembangunan yang menimbulkan kecurigaan pihak berwenang karena sudah terlalu lama dan beberapa kali tidak sesuai target.
Lalu kujelaskan dengan santai padanya situasi yang kutahu, berusaha senetral mungkin. Kujelaskan aku baru di sini hingga tidak tahu persis duduk permasalahannya, sebatas informasi yang kukumpulkan dari pegawai lain. Tetap saja ia mengangguk-angguk antusias.

- Kita kembali ke depan saja.

Aku mengangguk. Ia mengunci ruang server kemudian membimbingku keluar gedung.
Saat ia berjalan di depanku, saat aku mengingat-ingat obrolan kami dan memilah informasi yang akan kusampaikan pada senior-seniorku, aku mulai menyadari bahwa aku menyukai caranya berbicara. Aku ingat bagaimana ekspresinya saat ia menjelaskan padaku tentang masalah server dengan bahasa yang sederhana, dan antusiasmenya ketika membahas isu korupsi, dan apresiasinya ketika aku meluruskan rumor tersebut. Belum ada pikiran seperti ini saat tadi ia meminta dikirimkan alamat surelku melalui pesan singkat supaya ia bisa mengirimkan printscreen bagian yang error. Kuakui aku mengejutkan diriku sendiri dengan tidak menyesali setiap perkataan yang kukeluarkan di hadapannya, karena biasanya aku tidak pandai berkomunikasi dengan lawan jenis, dan orang yang lebih tua. Terlebih lagi kombinasi keduanya.
Kemudian disinilah ia berjalan memimpinku, menuju bagian depan gedung baru, melewati dua buah pintu kaca, dan harus kecewa ketika bapak kontraktor tadi telah menunggu. Aku baru saja sampai pada bagian tersadarnya aku yang menyukai caranya berpakaian. Kemeja lengan panjang, digulung sesiku, dan celana denim kasual. Tidak begitu impresif memang. Tapi dengan postur dan tingginya, pakaian seadanya itu terlihat modis bagiku.

- Sudah kan? Bapak kontraktor bertanya padaku

Aku mengangguk. Kemudian bapak kontraktor mengenalkan seseorang berkacamata sebagai teknisi IT yang akan membantu pada sang teknisi server yang menawan. Aku ikut menyalaminya.

- Mbak, mau ikut kami sarapan atau balik?

Merasa sudah cukup memalukan telah membuat mereka menunggu cukup lama di ruang server karena kesalahanku, aku menggeleng dan berlindung di balik alasan seniorku akan menyusul menemuiku di sini. Aku tidak bohong, hanya tidak pasti.
Bapak kontraktor pamit dan aku pun begitu. Sebelum berjalan pergi, sang teknisi server menawan sempat berjanji akan mengirimkan gambar error yang ia simpan setelah ini dan akan kembali hari selasa untuk mengembalikan server. Kemudian ia berterimakasih dan menyebut namaku.
Tanpa akhiran "K" seperti seniorku yang tertua kedua. Bukan julukan kampungan seperti seniorku yang paling tua berikan. Dan namaku, menjadi kata terakhir yang ia ucapkan sebelum kami berpisah.
Aku mengeluarkan ponsel dan mengirim guyonan tentang pertemuanku dengan sang teknisi menawan pada group chat teman - teman sepenempatanku. Tidak ada yang merespon kecuali satu, yang paling tua tapi kadang tingkahnya terlalu muda. Rupanya guyonanku tidak masuk daftar prioritas tanggapan mereka. Kumasukkan kembali ponselku dan bergerak menuju sebuah ruang setelah membaca pesan seniorku yang telah menyusul.

Keparat. Keparat.

Belum sampai separuh perjalanan aku sudah mengumpat-umpat dalam hati. Kutoleh lagi ke arah tujuan rombongan tadi pergi, tapi toh sudah terlalu terlambat untuk menanyakan nama sang teknisi menawan tadi.

The Beginning of "Tales of Encounters"

Keranjingan menulis akhir-akhir ini. Entah karena bosan ber-fashion-blogging, atau sedang "artist's block". Tapi sedang banyak pikiran. Maka jadilah ide untuk menuliskan sebuah jurnal pribadi di blog ini. Tadinya mau di notes Facebook saja, tapi berhubung ceritanya sangat pribadi, di sini sajalah. Tetap kupromosikan di media sosial kok. 
Oh iya, "aku" rasanya lebih nyaman digunakan untuk bercerita daripada "saya". Seperti gaya bicaraku biasanya. Tidak ada yang protes kan?
Kembali lagi.
Ceritanya? Namanya juga jurnal pribadi, semuanya berdasarkan kisah nyata hidup saya. Namun, lebih spesifik mengenai pertemuan, atau kejadian yang berhubungan dengan seseorang yang pernah saya kenal atau temui. Makanya judulnya "Tales of Encounters"; kisah tentang pertemuan-pertemuan. Oh iya, semua kejadian kudramatisir, supaya lebih menarik seperti FTV sore. Dan juga karena memang aku berkepribadian serba berlebihan. 
Mengapa? Tidak ada alasan spesifik. Kau bisa bilang aku hanya ingin saja. Bisa juga sebagai bentuk rasa syukur karena pernah bertemu dengan orang-orang tersebut. Atau pula hanya ingin melarikan diri dari rasa kesepian karena jauh dari rumah. 
Ya sudah, itu saja. Ingat, ini pertama kalinya aku mempublikasikan tulisanku ya. Kritiknya yang membangun dan sopan saja. Dulu sewaktu masih remaja juga suka menulis. Sempat bercita-cita membuat novel, bahkan. Tapi keburu bosan. Mungkin nanti bosan lagi juga. Tapi itu masalah nanti. Sekarang aku sedang ingin. 
Semoga suka.

Saturday, January 18, 2014

Dreaming Sweater Wheather

I've been waking up tired lately. Somehow I had too many dreams and nightmares too. And old acquaintances began appearing. Funny how you met your first crush while you almost forgot about them. But it's funnier that your long time desired's girlfriend became a goody buddy with you in your dream. It was so real I almost felt the same satisfaction as if it would happen in real life.
However it had to come to an end. And I still need to wake up and get a job. *crossing fingers* (T▽T)
Talking about sleeping! (you might say: no, you were talking about dreaming. I might reply: yeah, you know. Dreaming, sleeping? Whatever), I obviously didn't wanna try harder putting on my fancier pieces. It's sweater wheather, you know. We have cloudy sky for days. No raining lately though. So I hereby decide that simple outfits such as sweather and jeans are permitted. For Indonesian reader esp in Surabaya area, you can grab the sweater from @dizzstuff of Instagram. And those pretty studded-suede-ankle straps-flat shoes are from @mollinic of Instagram. I got the shoes from Istana Sepatu at Tunjungan Plaza though. They have buncha Mollinic shoes there, esp the studded ones.

Don't forget to follow my Instagram account, @dreamaterializer
∩( ・ω・)∩

Saturday, January 4, 2014

Dot Com Generation

Happy new year 2014 !

I don't particularly celebrate the new year cheerfully but I had some fun at my bestie's house. Snacking a lot, watching movies... Just like another sleepover.
Demo ne, although I don't make any resolution like any new years I've been through, I do hope many good things happen in 2014.

How many of you guys using camera application and/or edit your pics afterwards? The tech nowadays are awesome, aren't they? You can add digital make up too. I bet most of you guys are pretty familiar with camera360, picsart, or at least using filter on Instagram.
I uploaded some of selfies on Facebook and Instagram, just because I like the result of my make up that night. But there's always someone who made a comment as if they're mocking me looking pretty with the help of some camera application. Although it was a joke, it hurts pretty much. I rather have such an ego, you may say. But I know better not to shove my fist up their mouth, especially when it was brought by one of good friends of mine. Whenever someone joking about my physical appearance, I will support the critics, even worse than what they said if needed. If they have a soul they will feel bad themselves eventually.
And then, I had the idea to make an illustration about it. It's a good idea to make something out of your anger. People need to do something to channel their anger, at least, pray.
And although I use filter, camera360, or whatever it is to make my pics look good and pretty, as long as I feel satisfied and pretty, I won't even care what others say. We already live in "dot com generation", people have the common sense of what they see in internet are not all as what it seems. People have built the awareness of what they found on net. And people should understand that there's always a story behind every picture. Be wise, on or off the net.